Selamat Datang di Blog Sederhana Ini FERRY PENCARI RAHMAT Dari Sekedar Iseng, Mari Belajar Menghargai, Belajar Bersyukur, Belajar Menjadi Lebih Baik

Saturday, December 15, 2012

Kualitas vs Cari Muka, The Winner Is?


Kualitas vs Cari Muka, The Winner Is?

            Mencermati pergantian pucuk pimpinan, selalu saja ada fenomena menarik. Satu diantaranya adalah banyak orang-orang yang resah, galau dan khawatir. Lantas mereka pun sibuk sendiri, bingung mencari-cari. Apa yang dicari? “Cari Muka.!!!” celetuk seorang sahabat.
“Lho, memang ‘muka’nya hilang, kok dicari-cari?”. Kalau manusia tidak punya muka artinya tidak punya kepala, jadi harusnya mati dong?.
             Itulah logika ungkapan “cari muka”. Persepsi orang-orang yang hidupnya selalu bergantung pada orang lain, tanpa bekal kualitas, profesionalitas atau juga mungkin tanpa rasa malu, maka ketika orang yang menjadi tempat bergantung sudah tidak ada, matilah dia. Tapi yang cerdik atau bahkan licik, akan tetap hidup. Ini jika ia kembali sukses menemukan ‘muka’nya dari orang baru, yang lagi-lagi akan dijadikannya tempat menggantungkan harap. Hidupnya mungkin akan begitu seterusnya, tanpa ia berpikir untuk berubah dan memiliki landasan mental yang baik.     
            Beda halnya dengan orang-orang yang tidak perlu susah payah “cari muka”. Mentalnya menandaskan keyakinan bahwa ‘muka’nya selalu melekat dalam dirinya tak perlu dicari, siapapun dapat melihatnya. Mereka yang juga tak terlalu ambisius, karena selalu percaya bahwa tugas dan jabatan itu adalah amanah.
Ya. Ketika anda memiliki bukti kualitas, potensi, hingga prestasi, tak perlu sibuk “cari muka”. Karena orang tentu telah dapat menilai kualitas anda. Yakin sajalah, tetap bekerja dengan baik, ikhlas dan profesional, maka hal-hal yang mungkin anda inginkan, akan datang dengan sendirinya, sebagai berkah kerja keras dan anugerah dari Allah SWT, Tuhan YME.
“Cari muka” bukan solusi untuk mengejar pangkat, jabatan atau meraih hal-hal yang menguntungkan bagi diri pribadi, apalagi secara instant tanpa perjuangan. “Cari muka” adalah virus yang merusak, mulai dari mental hingga sistem.
Sadarkah anda ketika virus “cari muka” hinggap, maka ia akan menggerogoti mental, serta merendahkan martabat dan harga diri anda? Kenapa? Karena orang “pencari muka” identik dengan “penjilat”. Membayangkan asal katanya saja, orang sudah berpikir sesuatu yang kotor dan menjijikkan. Lalu identik lagi dengan “pengemis”, dalam hal ini pengemis kekuasaan. Kemudian dalam ajaran agama, juga disebut sebagai orang “munafik”. Jadi, jika punya harga diri, apalagi masih merasa terhormat, maukah anda dikatakan sebagai penjilat atau pengemis, atau disebut orang munafik..!?.
Dalam alam birokrasi dan struktur kekuasaan, budaya “cari muka”, juga merusak sistem. Celakanya, ada sebuah ungkapan dan mungkin telah menjadi fakta bahwa, “dimana ada yang berkuasa, disana ada penjilat atau pencari muka”.
Penjilat di sekitar pemegang kekuasaan, mengotori sistem. Seorang penjilat sangat ambisius dan oportunis. Dia bekerja bukan semata-mata menjalankan tugas atas nama kewajiban, tapi lebih pada niat mencari keuntungan, bekerja demi pujian, uang, jabatan, atau karier semata. Selagi ada kesempatan, segala macam cara akan ditempuh demi meraih semuanya, tak peduli benar atau salah, halal atau haram.
Demi sukses, penjilat menganggap kolega bukanlah teman seperjuangan, tetapi saingan. Teman yang memiliki kemampuan atau berpotensi melebihinya dianggap rival terberat. Sehingga, seorang penjilat akan mengeluarkan jurus sikut kiri sikut kanan, tendang depan tendang belakang, menenggelamkan rekan kerja, serta menonjolkan diri yang paling baik, paling berpotensi, paling qualified, dan paling bisa diandalkan, untuk meraih simpati dan perhatian atasan.
Ada lagi perumpamaan lain dari penjilat, yaitu “bunglon”. Kebaikannya seringkali cuma kepura-puraan, tidak punya prinsip, sering berubah-ubah. Dia akan dekat pada orang, teman, atau siapapun pimpinan yang bisa memberi keuntungan kepadanya.
Virus penjilat atau pencari muka bukan tidak bisa diatasi atau paling tidak bisa diminimalkan. Kuncinya terletak pada sang pemimpin. Seorang penjilat akan mati kutu bila pimpinannya berkualitas, profesional dan idealis. Lidah seorang penjilat akan tumpul tak bertuah di hadapan pemimpin yang adil dan bijaksana. Seorang penjilat akan rontok harga dirinya di mata pemimpin yang lebih percaya pada kualitas dan prestasi yang dinilai secara objektif, sesuai bukti di lapangan.
Dalam sebuah organisasi yang sehat, maka para pencari muka atau penjilat di sekitar kekuasaan, harus bersiap-siap tersingkir. Mereka tidak dibutuhkan, jika tidak bisa merubah prilaku, mental, kualitas dan profesionalitasnya, serta bersaing secara sportif dalam pengembangan karier atau jabatan, dengan sesama rekan kerjanya.
Jadi, semoga saja pemimpin pilihan kita dapat mengemban amanahnya dengan baik, adil dan bijaksana, serta selalu objektif dalam melakukan penilaian terhadap kualitas dan profesionalitas. Pemimpin juga diharapkan dapat peka dan harus mampu memilih dan memilah, mana yang baik, mana yang berkualitas, mana yang tulus, lalu mana pula yang hanya cari muka, cari aman, atau cari keuntungan, serta berhati-hati dengan para pencari muka/penjilat di sekitar kekuasaan, yang bisa saja suatu saat dapat menjerumuskan sang pemimpin. *** 
(ferry rahmadi)

5 comments:

  1. Bener banget ment artikel mu..

    ReplyDelete
  2. Terkadang orang yang mencari muka itu sulit dibedakan kadang gue pun tak habis pikir bisanya orang sperti ini menonjolkan omongannya dari pada kemampuannya..

    ReplyDelete
  3. Bung Feri ketemu Fery... terima kasih bung... hehe...
    Inspirasi tulisan ini ketika ada momen pergantian Kepala daerah di t4 sy...Sbg wujud simpati sy thd teman2 berkualitas yg seolah tersingkir dan disingkirkan oleh para penjilat kekuasaan yg menjijikkan....
    Jd.. hati2lah dg para penjilat di sekitar kita.... Hehehe

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete