Selamat Datang di Blog Sederhana Ini FERRY PENCARI RAHMAT Dari Sekedar Iseng, Mari Belajar Menghargai, Belajar Bersyukur, Belajar Menjadi Lebih Baik

Monday, March 26, 2012

PNS Dilarang Berbisnis !?


PNS Dilarang Berbisnis !?

Melihat berita di televisi, membaca pemberitaan di beberapa media online, pembahasan tentang kehidupan Pegawai Negeri Sipil (PNS) kembali menghangat dan menjadi trending topic.
Berawal dari kasus dugaan korupsi Dhana Widyatmika, PNS eks Ditjen Pajak berpangkat III/c yang juga diduga melakukan pencucian uang dengan kekayaan milyaran rupiah, publik seperti diingatkan kembali tentang sisi negatif dari pekerjaan PNS. Dhana sendiri bahkan ada yang menjuluki ‘The Next Gayus’. Ini karena keduanya sama-sama mantan pegawai pajak dan dijerat dengan pasal yang sama, penyuapan dan pencucian uang.
Meski kasus Dhana masih dalam proses pengadilan, namun opini di masyarakat sudah berkembang sedemikian rupa. Dari kasus Dhana, salah satu yang menarik kemudian adalah berhembusnya larangan PNS berbisnis. Karena dikawatirkan modal bisnis yang digeluti PNS berasal dari hasil korupsi, atau pencucian uang. Bahkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sempat memberi penegasan bahwa PNS tidak boleh melakukan usaha di luar pekerjaannya. Opini pun berkembang di kalangan para pakar yang turut memberikan beragam pendapat.

Sesungguhnya aturan tentang larangan PNS berbisnis, memang pernah ada dan dibuat sejak zaman Presiden Soeharto, yaitu Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1974  tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta. Disebutkan, PNS golongan IV/a ke atas, anggota ABRI berpangkat Letnan II ke atas, Pejabat, serta isteri pejabat Eselon I dan yang setingkat baik di Pusat maupun di Daerah, Perwira Tinggi ABRI, pejabat-pejabat lain yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga yang bersangkutan, dilarang memiliki seluruh atau sebagian Perusahaan Swasta, memimpin, duduk sebagai anggota pengurus atau pengawas suatu Perusahaan Swasta, melakukan kegiatan usaha dagang, baik secara resmi maupun sambilan.
PNS golongan ruang III/d ke bawah, anggota ABRI berpangkat Pembantu Letnan I ke bawah serta isteri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI dan pejabat yang tidak termasuk ketentuan sebelumnya, wajib mendapat izin tertulis dari Pejabat Yang Berwenang apabila memiliki Perusahaan Swasta atau melakukan kegiatan usaha dagang. Penjabat Yang Berwenang dapat menolak permintaan izin apabila persetujuan itu akan mengakibatkan ketidaklancaran pelaksanaan tugas dari yang bersangkutan, atau dapat merusak nama baik instansinya.
Jadi, memang benar PNS dilarang berbisnis dan ada aturannya?
Para PNS jangan khawatir, karena itu dulu. Ternyata, larangan tersebut sudah tidak berlaku lagi. PP No. 6 Tahun 1974 sudah dicabut dan yang berlaku sekarang adalah PP No 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
Dalam PP No 53 Tahun 2010, memang terdapat beberapa poin yang berisi larangan-larangan bagi PNS. Antara lain: 1) PNS dilarang bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing, 2). PNS dilarang memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah, 3) PNS dilarang melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara.
Jika PNS kedapatan melakukan larangan yang tertuang diatas maka akan diberikan hukuman disiplin. Hukuman disiplin ini dibagi menjadi tiga yakni disiplin ringan, hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat.
PP No 53 Tahun 2010 merupakan aturan terbaru soal PNS sebagai revisi dari beberapa PP sebelumnya termasuk PP Nomor 6 Tahun 1974. Namun pada PP No 53 Tahun 2010 justru tidak diatur soal larangan PNS untuk berbisnis.
Lalu, sebenarnya bijakkah jika ada aturan yang melarang PNS berbisnis?
Banyak pendapat pro dan kontra. Tapi yang jelas jika PNS berbisnis model cuci uang dari hasil korupsi tentu saja salah. Begitu juga yang menimbulkan conflict of interest, menggangu tugas pokok dan pekerjaannya.
Tetapi bagaimana dengan bisnis PNS yang modalnya benar-benar berasal dari hasil keringat yang jujur, menabung dari gajinya misalnya, serta tugas dan pekerjaannya pun masih tetap bisa berjalan. Apakah ini salah, apalagi ketika kebutuhan hidup benar-benar menjeratnya? Seperti kondisi yang bisa saja dialami oleh PNS staf atau bawahan. Karena jika PNS yang sudah menduduki jabatan, tentu lebih beruntung, ia mendapat tunjangan jabatan, operasional, hingga fasilitas yang lebih. Namun faktanya jumlah PNS bawahan lebih banyak dari pejabat. Kalau semua PNS jadi pejabat tentu lain ceritanya. Dan lagi kalau semua jadi pejabat lalu siapa yang jadi staf, yang diperintah, yang menjadi ujung tombak pelaksana pekerjaan.
Masalahnya, hingga kini kesenjangan kesejahteraan masih dialami oleh sebagian besar PNS. Secara normal, rata-rata gaji PNS adalah antara 2-3 juta. Bahkan bagi yang sudah berurusan pinjaman Bank karena kebutuhan, penghasilannya bisa kurang dari 1 juta, lebih parah lagi bisa minus. Sementara tambahan penghasilan resmi (bukan hasil korupsi), belum tentu ada di setiap instansi tempat ia bekerja.
Apa saja pengeluarannya? Banyak seperti layaknya kebutuhan hidup manusia lainnya: 1). biaya sehari-hari, 2). Biaya pendidikan anak, 3). Biaya tempat tinggal, 4). Biaya kendaraan, 5). Biaya hidup tak terduga seperti kesehatan, listrik, telepon, dll.
Inilah yang bisa jadi, salah satu alasan yang mendorong PNS berbisnis. Dengan penghasilan yang tak sebanding dengan pengeluaran, bisnis bisa jadi salah satu solusi memenuhi kebutuhan hidup PNS. Pilihan berbisnis lebih baik daripada korupsi, tapi tentunya bisnis yang tanpa memanfaatkan uang hasil korupsi. Kalaupun dengan hasil usaha dan bisnis yang jujur PNS bisa kaya, lalu apa salahnya?
Semua pihak dituntut lebih manusiawi menilai PNS, karena PNS juga manusia. Kekurangan dan kelemahan yang terjadi adalah ulah para oknum, jangan disama-ratakan pada seluruh PNS. Percayalah pula bahwa tidak semua PNS suka atau punya kesempatan berkorupsi.
Dalam dilema, mungkin memang menjadi PNS adalah pilihan pekerjaan yang sulit. Kewajibannya dituntut selalu bekerja dengan baik. Sementara beberapa hak-hak hidupnya dibatasi, seperti mulai dari larangan berpolitik, dan kini berhembus kembali wacana larangan PNS berbisnis. Produktifitas dan pengabdian PNS pun tak lantas dipuji dan dihargai, bahkan adanya kesalahan satu, dua, atau beberapa orang PNS, membuat semua ikut kena caci maki.  
Siapa suruh jadi PNS..?
Sebuah pertanyaan yang sulit dijawab pula. Karena semua pekerjaan pasti ada resiko, bahkan untung ruginya. Sama halnya ketika berhadapan dengan masalah dan dilema bisa saja muncul pertanyaan: Siapa suruh jadi Presiden/Gubernur/Bupati? Siapa suruh jadi pengusaha? Siapa suruh jadi Pedagang?, Siapa suruh jadi Petani? Siapa suruh jadi Pengemis? dll.
Ya, andai saja kita bisa lebih bijak menilai PNS seperti pekerjaan lainnya.  Menghargai PNS seperti profesi pekerjaan lainnya. Menyamakan pegawai PNS seperti manusia lainnya, yang sama-sama memiliki kebutuhan hidup, serta sama-sama punya hak dan kewajiban yang tidak mau didiskriminatifkan.*** 
(Ferry R, 
opini diterbitkan dlm Surat Kabar Pemkab Tuba; Dinamika Otda)

No comments:

Post a Comment