Kerangka Sistem Birokrasi Yang Masih Diperdebatkan
Menyimak sebuah
acara sosialisasi yang ditayangkan TVRI beberapa waktu lalu tentang Rancangan
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN), menjadi menarik membicarakan
tentang RUU tersebut. Karena sampai saat ini masih terjadi pro-kontra. Tarik
ulur pembahasanpun masih terjadi antara pemerintah dengan DPR.
Wacana perubahan
dalam RUU ASN, bukan hanya sekedar perubahan nama Pegawai Negeri Sipil (PNS)
menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Melainkan lebih dari itu, terdapat banyak hal yang direncanakan berubah. Beberapa
perubahan
mendasar antara lain berkenaan dengan pembagian ASN, pembinaan ASN, dan sistem karir ASN.
Dalam RUU ASN, aparatur
sipil negara terbagi atas PNS dan pegawai tidak tetap pemerintah (PTT). Keberadaan
PTT akan mengakomodasi kebutuhan untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang
diperlukan dalam organisasi, yang tidak harus dilakukan oleh pegawai berstatus
PNS.
RUU ASN juga mengatur
tentang pembinaan ASN yang dilakukan oleh beberapa instansi, yaitu Kementerian
PAN dan RB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Lembaga Administrasi Negara
(LAN). Selama ini, pembagian peran antara ketiga instansi sering terkesan tumpang-tindih,
sehingga menyulitkan instansi lain di pusat dan daerah dalam melaksanakan
pengelolaan PNS.
RUU ASN mengedepankan
kinerja dan profesionalitas aparatur, salah satunya dengan mengatur jabatan yang
ada. Dalam RUU ASN, jabatan dibagi tiga, yakni: jabatan
administrasi, fungsional dan eksekutif senior.
Jabatan administrasi
terdiri dari pelaksana, pengawas dan administrator. Sedangkan Jabatan fungsional
terdiri dari fungsional keahlian dan fungsional keterampilan. Jabatan
fungsional keahlian terdiri dari ahli pertama, ahli muda, ahli madya, dan ahli
utama. Untuk jabatan fungsional keterampilan terdiri dari pemula, terampil dan
mahir.
Sementara Jabatan Eksekutif
Senior (JES) adalah sekelompok jabatan tertinggi pada instansi (kementerian/lembaga/pemda). Aparatur eksekutif
senior adalah pegawai ASN yang menduduki sekelompok jabatan
tertinggi pada instansi melalui seleksi secara nasional yang dilakukan oleh
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan diangkat oleh Presiden.
Jabatan eksekutif senior
terdiri dari pejabat struktural tertinggi, staf ahli, analis kebijakan, dan
pejabat lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pejabat struktural
tertinggi yang termasuk kelompok ini adalah mulai dari Wakil Menteri, Sekjen,
Dirjen sampai dengan Sekda.
Dalam draf RUU ASN
disebutkan bahwa jabatan eksekutif senior mencakup jabatan Eselon I dan Eselon
II atau yang disetarakan dalam sistem administrasi kepegawaian yang berlaku
selama ini. Disebutkan bahwa jabatan eksekutif senior di daerah hanya
sekretaris daerah, sehingga jabatan eselon II di daerah seperti kepala dinas,
kepala badan atau kepala kantor tidak termasuk sebagai pejabat eksekutif senior.
Dalam RUU ASN, Komisi
Aparatur Sipil Negara (KASN) akan dibentuk, yang berperan dalam mengawasi dan
mengevaluasi pelaksanaan kebijakan pembinaan profesi ASN dan melaksanakan
seleksi calon pemangku Jabatan Eksekutif Senior. Keanggotaan KASN akan terdiri
dari perwakilan pemerintah, akademisi, organisasi ASN, dan profesional sektor
swasta.
RUU ASN memperkenalkan
sistem pengisian jabatan lintas-instansi berbasis lamaran. Artinya, apabila
terdapat jabatan kosong di suatu pemerintah daerah, maka seorang PNS dari
pemerintah daerah lain atau dari instansi pusat dapat mengajukan lamaran untuk
mengisi jabatan tersebut. Namun dengan memperhatikan kelayakan secara
kompetensi dan administratif dari PNS yang bersangkutan. Sebagai contoh, jika ada jabatan Sekda yang
lowong maka semua PNS dan non PNS yang memenuhi kualifikasi dan memiliki
kompetensi bisa mengikuti seleksi. Sekda nantinya bukan lagi Kepala Daerah yang
memilih dan menunjuk langsung, tetapi atas dasar hasil seleksi yang dilakukan KASN.
Manajemen ASN menekankan pada pengelolaan
untuk menghasilkan Pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai-nilai dasar,
etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Seleksi pegawai ASN maupun Jabatan Eksekutif Senior dilakukan berdasarkan
kompetensi. Bahkan dalam RUU ASN ditegaskan, ada sanksi pidana bagi yang
melanggarnya ketentuan.
Hal lain yang diatur dalam RUU ASN
adalah tentang batas usia pensiun PNS
yang bertambah, diantaranya yang disesuaikan dengan jenis jabatan, yaitu untuk
Jabatan Administrasi 58 tahun, dan Jabatan Eksekutif Senior 60 tahun. Wacana
tentang pemberian gaji pensiun pun berkembang, yaitu akan dibayarkan sekaligus,
tidak seperti pola sebelumnya yang diberikan per bulan.
Apabila jadi diterapkan, RUU ASN
akan benar-benar banyak melakukan perubahan. Bahkan bukan lagi reformasi,
tetapi hampir seperti revolusi. Namun terlepas dari semua itu, sesungguhnya
pembenahan terhadap tatanan dan sistem birokrasi pemerintahan di Indonesia
hingga saat ini memang masih sangat perlu dilakukan. Banyak
kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki, serta banyak kelemahan yang harus
direformasi.
Perdebatan tentang RUU ASN jangan
sampai kontraproduktif. Semua pihak harus dapat mendasari argument atas fakta
bahwa sampai saat ini kinerja PNS atau aparatur negara masih terus menjadi
sorotan dan kritik. Sehingga dengan atau tanpa RUU ASN, publik tetap selalu
menunggu dan berharap aparat birokrasi dapat berbenah dan melakukan perubahan
ke arah yang lebih baik. Lepas dari label sarang korupsi, kolusi dan nepotisme,
serta memperbaiki citra produktivitas dan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Jadi, jika memang sesuatu itu
bermanfaat dan diperlukan untuk kebaikan, kenapa harus diperdebatkan? Karena
kita juga harus menyadari bahwa, kadangkala sebuah kebijakan itu belum tentu
dapat mengakomodir kepuasan dari semua orang, tetapi paling tidak kepentingan
umum harus lebih diutamakan. ***
(Ferry R
dari berbagai
sumber)
No comments:
Post a Comment