Selamat Datang di Blog Sederhana Ini FERRY PENCARI RAHMAT Dari Sekedar Iseng, Mari Belajar Menghargai, Belajar Bersyukur, Belajar Menjadi Lebih Baik

Wednesday, March 28, 2012

Kebijakan Simalakama BBM


Kebijakan Simalakama BBM

Pemerintah kembali merencanakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Wacana yang berkembang dari informasi kementerian ESDM, ditargetkan per awal april 2012, harga BBM akan dinaikkan dengan kisaran kenaikan sekitar Rp1.000 – Rp1.500,-. Tujuannya diantaranya adalah untuk mengurangi beban subsidi dan penyelamatan APBN. Pemerintah beralasan, APBN saat ini sudah kelebihan beban untuk menanggung subsidi BBM. Dalam APBN 2012, subsidi BBM dipatok Rp 123,59 triliun, dengan asumsi harga minyak dunia USD 90 per barel. Sementara saat ini akibat krisis Eropa, harga minyak dunia sudah di atas angka USD 100 per barel. Dengan kenaikan harga Rp1.000 – Rp1.500, pemerintah menerangkan sedikitnya Rp 31,5 triliun bisa dihemat oleh negara.

Namun sebagaimana kenaikan-kenaikan BBM sebelumnya, rencana pemerintah menaikan harga BBM menimbulkan gejolak. Berbagai pendapat bergulir, pro dan kontra. Tak sedikit pula, aksi unjuk rasa dilakukan mahasiswa dan unsur lainnya di berbagai daerah, menolak rencana kenaikan harga BBM.
Media pun tak mau kalah ikut ramai memberitakan. Perdebatan seru ditayangkan di beberapa stasiun televisi. Entah menjadi tontonan menarik atau malah membosankan. Karena semua seolah seperti debat kusir yang tidak menghasilkan apa-apa. Para ahli perminyakan, mantan menteri, pejabat pemerintah, politikus dan pakar ekonomi masing-masing merasa paling benar. Masing-masing ngotot dengan pendapatnya sendiri. Sebuah silang pendapat yang biasa terjadi, kala pemerintah merencanakan kenaikan harga BBM. Selalu dan selalu berulang.
Bukannya jelas dan mendidik, argumen dan teori perhitungan harga BBM kadang malah bikin pusing masyarakat. Bingung siapa ahlinya, dan siapa yang benar-benar pakarnya? Sulit membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Karena masing-masing perhitungan memiliki cara sendiri-sendiri. Pendapat kontra mengatakan, tidak perlu menaikkan harga BBM karena berdasarkan perhitungan harga pokok BBM masih memadai, bahkan surflus. Sementara pemerintah dan yang pro kenaikan menyodorkan data yang berbeda. Tidak menaikkan harga BBM akan berakibat jebolnya APBN karena subsidi yang dikucurkan sudah tak tertahankan lagi.
Gejolak yang terjadi menempatkan pemerintah bak makan buah simalakama. Satu sisi, dengan argumen jika tidak menaikkan harga BBM, maka beban keuangan negara semakin berat. Sebaliknya, jika tetap dinaikan, pemerintah dinilai tidak berpihak kepada masyarakat. Sebuah  kebijakan yang tidak populer, berisiko dan bisa dipolitisir untuk menurunkan citra pemerintah (partai yang berkuasa). Tengoklah kemudian bak sebuah kesempatan, semangat lawan-lawan politik atau oposisi-pun berkobar menyerang pemerintah, dengan alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat. Tetapi politik, tetaplah politik. Sambil menyelam minum air, sambil menentang kebijakan kenaikan BBM, sembari membangun simpati rakyat terhadap partainya. Politik pencitraan, yang bisa menjadi investasi jelang Pemilu 2014.
Kenaikan harga BBM menjadi ujian ketegasan pemerintah untuk menentukan pilihan yang sulit. Diperlukan pertimbangan yang matang dan kearifan. Sebuah kebijakan memang kadang kala bisa saja diambil secara tidak aspiratif atau mengakomodasi kepentingan semua pihak, namun formulasinya tetap harus memiliki landasan yang benar dan tepat. Hal penting kemudian yang juga perlu dibangun pemerintah adalah transparansi. Kejelasan dan kebenaran data akurat tentang pengelolaan BBM harus diketahui oleh masyarakat, sehingga tidak menjadi simpang siur, serta menimbulkan berbagai praduga dan pertanyaan yang diperdebatkan hingga menjadi isue politik yang membingungkan. Keterbukaan atas azas kebenaran kinerja pemerintah yang tidak dibuat-buat atau dimanipulasi, diperlukan untuk membangun rasa pengertian dan kepercayaan masyarakat.
            Setelah keterbukaan, pertanyaan yang kemudian timbul adalah sudahkah pengelolaan BBM dilaksanakan dengan baik? Sudahkah distribusi BBM bersubsidi, tepat sasaran? Evaluasi menyeluruh harus dilakukan pemerintah. Karena pada kenyataannya, tujuan subsidi seperti tidak sesuai harapan dan diindikasikan banyak terjadi penyimpangan.
Subsidi yang membebani APBN ratusan triliun rupiah itu, sebagian besar justru dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. Sebab kalangan inilah yang menjadi konsumen terbesar BBM untuk konsumsi kendaraannya. Masyarakat kecil atau masyarakat miskin hampir tidak menikmati BBM bersubsidi, karena sebagian besar bahkan tak pernah membeli BBM. Ironis, padahal subsidi adalah bantuan untuk masyarakat miskin, tetapi yang kaya ternyata juga masih banyak yang memiskin-miskinkan diri. Tulisan “premium hanya untuk orang tidak mampu” di beberapa SPBU seperti cuma sebatas sindiriran yang tidak mempan dan dianggap angin lalu.
Persoalan lain, akibat murahnya harga BBM bersubsidi diduga menimbulkan banyak kasus penyelundupan BBM ke luar negeri. Karena disubsidi, harga BBM di Indonesia cenderung lebih murah dibandingkan di beberapa negara yang tanpa subsidi harganya berkisar Rp. 7.500,-, sehingga keuntungan cukup besar dapat dikeruk para penyelundup BBM.
Belum lagi masalah lainnya, seperti kasus-kasus BBM bersubsidi yang mengalir secara illegal ke industri. Demikian halnya, ketika kenaikan harga BBM baru sebatas wacana, spekulan terkadang sudah mulai menumpuk BBM, dan pemilik kendaraan mulai antri panjang di setiap SPBU. Akibatnya terjadi kelangkaan BBM. Tetapi fenomena uniknya, di berbagai daerah pedagang eceran BBM mulai ramai di tepi jalan termasuk di sekitar SPBU, yang sudah pasti menjual BBM lebih mahal bahkan bisa lebih dari harga kenaikan BBM yang akan ditetapkan pemerintah. Namun anehnya, penyimpangan ini seringkali luput dari ketegasan aparat terkait. Ironisnya pula, beberapa yang terungkap fenomena ini melibatkan ulah para oknum pemilik SPBU atau karyawannya untuk mencari keuntungan lebih.
            Beragam permasalahan pengelolaan dan distribusi BBM bersubsidi tersebut, seyogyanya menjadi “PR” yang harus diselesaikan terlebih dahulu oleh pemerintah. Karena bukan tidak mungkin pengelolaan dan distribusi yang baik dan tepat sasaran, bisa jadi dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi gejolak permasalahan harga BBM. Pemerintah harus menunjukkan langkah nyata, seperti menertibkan distribusi BBM, melakukan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi dengan tegas, dan segera menerapkan penggunaan energi alternative. BBM adalah bahan bakar fosil yang tak terbarukan, semakin banyak dipakai semakin menipis stoknya. Sementara jumlah kendaraan setiap tahun selalu meningkat, sehingga akan mengakibatkan peningkatan konsumsi BBM, jika tidak diimbangi dengan adanya energi alternatif.
            Oleh karenanya, perlu kearifan dari berbagai pihak dalam menyikapi situasi ini. Ketika pemerintah dihadapkan pada pilihan simalakama menaikkan harga BBM, masyarakat juga diharapkan dapat bijak dalam merespon kebijakan pemerintah, selama hal itu dilakukan atas dasar kebenaran dan fakta yang terjadi, yang masih bisa ditolelir dan dimengerti. Ibarat lagu “jangan ada dusta diantara kita”.
Seperti dilema dan analogi buah simalakama, setiap pilihan tentu memiliki resiko, namun jika pemerintah harus memutuskan, pilihan bijaknya adalah mengambil langkah positif dan meminimalkan dampak negatifnya. Apalagi jika kenaikan harga BBM benar-benar diputuskan, pemerintah paling bertanggungjawab terhadap beragam dampaknya, seperti inflasi, efek berantai terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok dan harga barang lainnya, kenaikan biaya transportasi dan industri, hingga dampak sosial seperti meningkatnya jumlah masyarakat miskin, pengangguran dan lain-lain.
 Sebagai konsekuensi, sekaligus untuk membangun kepercayaan masyarakat, semua dampak negative dari kenaikan harga BBM itu, tentu harus mampu diatasi pemerintah. Solusi pengalihan subsidi BBM harus tepat sasaran dan jelas peruntukannya. Pemberian kompensasi terhadap masyarakat miskin seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang pernah digulirkan perlu dikaji kembali secara lebih mendalam, agar tidak menimbulkan polemik dan permasahan baru, terutama yang berbau unsur politis.
Upaya-upaya lain yang dapat dilaksanakan pemerintah adalah, memanfaatkan dana penghematan subsidi BBM untuk sebenar-benarnya menunjang berbagai program strategis yang masih diperlukan, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lain-lain, dengan tetap memiliki keterkaitan erat dengan upaya mensejahterakan masyarakat.
            Mari kita tunggu apa yang akan terjadi, sembari melakukan penelaahan dan pengkajian secara lebih arif dan bijaksana. Karena melihat itu lebih ringan daripada yang memikul beban. Pemerintah tak lantas harus selalu disalahkan, sementara kita sendiri cuma bisa melihat atau berkomentar tetapi tidak berbuat apa-apa dan tidak ikut memberi solusi. 
            Dalam pemanfaatan BBM, masyarakat secara sadar juga harus mulai beradaptasi secara bijak untuk mengubah pola pikir dan prilakunya. Gunakanlah BBM secara hemat, atau mulai mencari sumber energi alternatif sehingga tidak  selalu bergantung pada minyak. Pembatasan penggunaan BBM untuk kendaraan seperlunya, juga akan bermanfaat untuk mengatasi kemacetan dan polusi. Selain itu, bagi yang bernasip lebih baik menjadi kalangan mampu ekonomi menengah ke atas, tumbuhkanlah kesadaran untuk tidak berebut subsidi, berikanlah kesempatan bagi masyarakat miskin yang lebih berhak menikmatinya.
Polemik penentuan harga BBM jangan sampai terus berkepanjangan. Pemerintah harus tegas segera menentukan pilihan, untuk meredam gejolak agar tidak semakin meluas.
Unjuk rasa mahasiswa maupun berbagai elemen harus diarahkan pada situasi yang lebih kondusif. Karena menyuarakan aspirasi tentu tidak harus bertindak anarkis. Akan ironis jika berdemo atas nama kepentingan masyarakat tetapi malah menciptakan situasi yang meresahkan masyarakat. Ironis pula ketika demo dilakukan untuk menyelamatkan uang rakyat, tetapi merusak sarana umum atau fasilitas negara, yang tak urung saat harus membangun atau pengadaan kembali fasilitas yang dirusak, akan menggunakan anggaran negara yang juga milik rakyat, yang berarti pemborosan dan justru akan merugikan rakyat.
            Ya. Marilah selalu berpikir dan berprilaku positif. Apapun keputusannya, semoga ada hikmah dan pelajaran berharga yang dapat kita petik dari permasalahan BBM. Karena pada hakekatnya, meskipun berbeda pandangan dan diwarnai perdebatan, kita harus tetap satu, bersama untuk terus membangun bangsa.***
(Ferry R)

No comments:

Post a Comment