Selamat Datang di Blog Sederhana Ini FERRY PENCARI RAHMAT Dari Sekedar Iseng, Mari Belajar Menghargai, Belajar Bersyukur, Belajar Menjadi Lebih Baik

Monday, September 9, 2013

Ibadah Sebenar-Benarnya

            “Agama, karena di dalamnya terkandung ilmu dan potensialitas budaya, bisa menjadi cermin yang jernih dan bening. Termasuk bulan Ramadhan, dimana tradisi puasa dihiasi dengan berbagai bentuk kultur. Yang terpantul dari cermin bening Ramadhan bukan hanya kadar kesalehan kita, mutu iman kita, atau kualitas cinta kita kepada Allah - tetapi bisa juga tercermin kelemahan kita, kekurangan kita, bahkan kemunafikan kita”. 
           Itu adalah kutipan pemikiran budayawan Emha Ainun Nadjib (Padhang Bulan/177/1998), yang mungkin dekat kebenarannya, saat kita (khususnya umat muslim) menarik simpul dari datangnya bulan nan suci, penuh berkah, dan berbagai kemuliaan yang dijanjikan Allah SWT; Bulan Ramadhan. 
           Sebuah bulan istimewa yang harusnya menjadi media penggemblengan dan pencerahan bagi setiap umat untuk dapat kembali pada kesucian-fitrah yang sebenar-benarnya. Karena ketika datang Ramadhan, melalui kewajiban berpuasa setiap muslim ditempa untuk lebih bertanggungjawab. Menuntaskan kewajiban dengan sungguh-sungguh, tidak boleh setengah-setengah untuk kembali ke kemurnian diri yang sepatutnya dapat selalu dijaga sampai kapanpun. 
          Pribadi-pribadi muslim harusnya seperti itu. Kehidupannya akan menjadi lebih baik jika bisa melakukan semua ibadah, tugas, dan tanggung jawab dengan sebenar-benarnya - tuntas, sesuai dengan kemampuan masing-masing. 
           Agama tentu tidak hanya memberi ajaran sebatas teori. Kaidah ajaran agama yang ditegakkan, harus berkorelasi antara teori dengan praktek, antara ketekunan beribadah dengan prilaku. Rambu-rambu agama telah jelas mengajarkan, mana hal yang baik untuk dilakukan, dan mana hal buruk, yang dilarang dan perlu dihindari.
           Kualitas ibadah orang yang beragama adalah ibadah yang dilaksanakan bukan sekedar menggugurkan kewajiban, tetapi benar-benar memberikan hikmah, menjadi landasan moral dan akhlak, serta tuntunan terhadap perkataan, prilaku dan perbuatan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
           Ibadah sebagai kunci penting dan hal mendasar yang menunjukkan seseorang beragama harus dilakukan bukan hanya formalitas. Tetapi ibadah harus ikhlas, tulus dari hati dan panggilan nurani, sehingga hikmah dan makna yang terkandung benar-benar terserap, mengalir dalam darah dan memompa denyut-denyut nadi kebaikan.
           Banyak hal yang sesungguhnya dapat dipetik dari kualitas ibadah sesuai ajaran agama Islam yang kiranya dapat selalu ditanamkan. Sholat misalnya. Ibadah yang menjadi tiang agama ini jika dilakukan dengan sebenarnya, salah satunya membawa pesan hikmah untuk mencegah perbuatan keji dan munkar (QS. Al-Ankabut: 45). Artinya orang yang melaksanakan sholat harus memiliki kepribadian yang kuat dan perbuatannya harus lebih baik, tidak lebih jahat dari orang yang tidak melaksanakannya. Orang yang sholat dalam arti sebenarnya takut berbuat dosa, serta akan menjauhi hal-hal yang dilarang dan melanggar aturan.
           Setelah sholat dalam arti sebenarnya, ditambah ibadah lain seperti puasa, membaca Al Qu’an - Al Hadist, apalagi hingga naik haji, tentu pelaksananya harus menjadi pribadi yang lebih sempurna lagi. Sebab akan ironi apabila apa yang dilakukan tidak sesuai dengan pengamalan arti ibadah yang sesungguhnya. Dan hal ini pulalah yang kemudian dapat membuat orang selalu terjebak pada bias cermin kelemahan dan kemunafikannya sendiri.
           Islam adalah agama rahmatan lil’alamin. Karena itu ajaran Islam, dengan hikmah dan makna ibadah yang diajarkan dalam arti yang sebenar-benarnya, tentu akan selalu memancarkan kebaikan bagi umat dan dalam setiap sendi kehidupan.
           Jika umat Islam mampu memahami dan melaksanakan ajaran Islam dalam arti sebenar-benarnya, maka saat ini dan di masa depan, Insya Allah dimanapun mereka berada, apapun profesi pekerjaan dan jabatannya, akan memiliki landasan pemikiran dan wawasan yang positif.
           Begitu juga saat menjadi para pelaksana pembangunan di pusat maupun daerah, niscaya seharusnya mereka dapat bekerja dengan baik, serta menjalankan program dan peraturan dengan sebenar-benarnya, sehingga kemajuan-kemajuan akan dengan mudah tercapai pula. Amat kecil kemungkinan ada penyimpangan dan kecurangan. Karena jika itu masih terjadi, mungkin saja kualitas ibadah, keimanan, ketaqwaan dan pengamalan terhadap ajaran agama mereka masih semu, sebatas ritual, atau tidak dalam arti yang sebenar-benarnya..!
Allahu a’lam.
(ferry/tajuk DOD Juli 2013)

No comments:

Post a Comment