Selamat Datang di Blog Sederhana Ini FERRY PENCARI RAHMAT Dari Sekedar Iseng, Mari Belajar Menghargai, Belajar Bersyukur, Belajar Menjadi Lebih Baik

Saturday, August 27, 2011

Temanku Butuh Uang dan Komunikasi


Tulisan ini masih tentang obrolan saya dengan teman-teman, di suatu hari di warung pojok kantor. Seperti biasa, sambil berbincang, mendengarkan keluh kesah para teman, saya mencoba mengkaji, menyampaikan pendapat dari apa yang saya lihat, saya dengar dan saya rasakan. Tapi maaf, baik menurut saya belum tentu menurut anda dan orang lain. Yang baik silahkan ambil, yang buruk buanglah di tong sampah.
Teman-temanku bertutur tentang situasi kantornya, mulai dari pekerjaan, atasannya hingga penghasilannya. Menarik bagi saya, karena saya juga ingin tau tentang kantor mereka sekarang, setelah dulu pernah saya tinggalkan dan kini kembali saya bergabung dengan mereka.

Lho, ternyata masalahnya masih tetap sama. Masih tentang masalah hubungan bawahan-atasan dan masalah penghasilan. Waduh, kenapa masalah klasik yang dulu pernah saya alami ini bak kisah bersambung? Apa sebabnya?
Melalui tulisan ini saya beranikan diri untuk menelaahnya. Karena dalam forum terbuka atau rapat staf misalnya, saya dan para teman mungkin tak sanggup mengungkapkannya. Lagi pula kalau ini bisa menjadi solusi, mungkin tak ada lagi perbincangan di belakang meja, atau obrolan di warung pojok sana. 
Berangkat dari pengalaman saya setelah lebih dari sepuluh tahun bekerja, situasi tak nyaman bekerja di kantor biasanya disebabkan ketika terjadi kurang baiknya komunikasi dari unsur yang ada di dalamnya, baik komunikasi atasan-bawahan, antar rekan kerja, maupun intern kantor dengan pihak-pihak yang bersinggungan. Imbasnya, akan muncul ketidakharmonisan, kecurigaan, bahkan sering terjadi keributan yang mengakibatkan penurunan kinerja dan produktifitas.
Hukumnya, situasi kerja yang seperti itu sebenarnya atasanlah yang paling bertanggung jawab. Karena ia telah diamanatkan sebagai pemimpin dan memiliki kewenangan untuk mengatur dan membina tim kerjanya. Ketegasan pimpinan diperlukan, tapi bukan berarti pemimpin boleh semaunya mengatur atau memerintah bawahan. Perhatian dan upaya untuk menyelami keadaan dan perasaan bawahan diperlukan, disamping komunikasi yang dibangun tidak hanya secara formal, melainkan juga diluar situasi kantor.
Akan lebih baik hasilnya, jika pendekatan pimpinan terhadap bawahan jangan selalu dibangun dengan ancaman atau penjatuhan sanksi (funish), tetapi terlebih dahulu nilailah hasil pekerjaannya, serta pelajarilah pula apa yang terjadi dan dialami bawahan. Kenapa bawahan malas, kenapa tidak masuk, kenapa tidak disiplin, mungkin ada sebabnya yang rasional, dan bukan dinilai secara emosional. Atasan yang baik memberikan motivasi, bukan langsung menghakimi.
Masalah lain, berkenaan penghasilan tambahan, atau seseran. Bekerja di kantor pemerintah, memang setiap pegawai telah diberikan gaji tetap sesuai dengan pangkat dan golongannya, tetapi tidak munafik, saya yakin sebagian besar pegawai masih tetap berharap penghasilan tambahan dari hasil pekerjaannya, seperti honor kegiatan dan lain-lain yang sah dan menjadi hak, bukan hasil korupsi tentunya.
Penghasilan tambahan bagi bawahan terutama yang menjadi hak mereka setelah kewajiban tugas terpenuhi, penting mendapat perhatian para atasan. Sebagai bagian dari pemacu semangat bekerja, atasan harus memikirkannya jika memang ada dan memungkinkan, tetapi tidak mutlak apabila terjadi situasi, seperti permasalahan anggaran yang memang secara umum dialami oleh kantor lainnya atau akibat kebijakan sang penguasa dan lain-lain yang harus dimaklumi.
Tidak ‘cair’nya penghasilan tambahan mungkin akan berdampak pada keluhan bawahan, tetapi lagi-lagi jika ada komunikasi dan keterbukaan yang baik dari atasan dalam melakukan pendekatan dan memberikan pengertian, kemungkinan besar dapat diredam gejolak dan tuntutan dari bawahan. Jadi, prinsipnya atasan jangan kaku dan membiarkan masalah berlarut, apalagi mendaluhukan egonya sebagai pemimpin, namun ia harus cepat tanggap dan dapat menyelami situasi di kantornya sendiri.
Dari apa yang saya tuturkan, saya punya keyakinan, bahwa permasalahan yang terjadi dikantor dan diributkan oleh bawahan itu tidak melulu hanya masalah uang atau penghasilan, tapi bagaimana semua harus mengerti pada posisinya, membangun komunikasi dan keterbukaan, untuk menjaga situasi kantor tetap nyaman, harmonis diantara unsur yang ada di dalamnya.
Ukuran kebahagiaan kerja di kantor tidak selamanya harus dinilai dengan uang, tetapi dengan kenyamanan dan keharmonisan yang dapat memacu produktifitas kinerja, saya yakin uang pun akan mengalir dengan sendirinya, meski cuma sedikit, mungkin akan lebih terasa nikmat. Namun sekali lagi bukan uang hasil korupsi yang ‘panas’ tentunya.*** (fer)

No comments:

Post a Comment